Rabu, 23 Juni 2010

Membangkitkan Batik Kudus yang Sempat Punah

Potensi pangsa pasar produk industri kreatif yang terus meningkat mendorong sosok wanita-wanita tangguh mengembangkan warisan budaya Indonesia menjadi andalan perekonomian masyarakat di berbagai daerah. Ini sebagaimana yang dilakukan Perkumpulan Rumah Pesona Kain (PRPK) yang mengembangkan produk kreatif berbasis busana, seperti kain songket, tenun ikat, sulaman, dan yang tidak kalah terkenalnya yakni batik.

Terakhir, PRPK membangkitkan kembali pesona batik kudus yang sempat . punah setelah mengalami kejayaan pada era 1970-an. Ini tidak lepas dari tangan dingin yang mendorong kebangkitan produksi dan promosi batik kudus di PRPK, yakni Ade Krisnaraga Syarfuan dan Miranti Serad.

Dengan menggandeng Yuli Astuti, salah satu perajin batik asal Kudus yang masih ada, sudah dibina sekitar 20 perajin lainnya untuk menjaga keberlangsungan produksi batik kudus. Batik kudus sendiri memunyai ciri khas atau berpola perpaduan (gabungan pola Mataraman dan Pesisiran ditambah sentuhan budaya Arab dan China|.

Dengan perpaduan warna dasar cokelat khas Mataraman dengan warna yang mencirikan Pesisiran, batik kudus sepintas terkesan berpola kontemporer. Namun, bila dilihat Iebih dekat dan secara detail, terdapat pola-pola khas batik dari seluruh wilayah di Jawa.

Ade Krisnaraga Syar fuan mengatakan, PRPK membina perajin batik kudus di bawah arahan Yulis Astuti. Selain melestarikan ciri khas batijt kudus peninggalan nenek moyang, juga dilakukan pengembangan sehingga bisa lebih diterima oleh masyarakat luas. Bahkan; PRPK melibatkan perancang ternama Barli Asmara agar batik kudus bisa digunakan oleh segala golongan masyarakat, bahkan kawula muda. Ini biasa disebut Etnik Chic.

"Batik kudus memiliki keunikan dan kekhasan, namun belum banyak diapresiasi oleh masyarakat luas sehingga PRPK merasa -terdorong untuk mempromosikan dan me-nyosialisasikannya. Kita akan menggerakkan tokoh-tokoh masyarakat untuk menggunakan pakaian berbasis kain-kain khas Indonesia, salah satunya batik kudus," kata Ade di sela acara "Ngunjuk Teh dan Batik Kudus" di Jakarta, kemarin.

Turut hadir pada acara ini jajaran pengurus dan penggiat di PRPK. Pada acara ini dipamerkan batik kudus kuno yang sudah berusia puluhan hingga ratusan tahun, seperti batik motif merak ngigel dan buketan (kain panjang pagi-sore, 1950), motif buket susimoyo (kain panjang pagi-sore, 1940), motif lunglungan kepala tumpa pasung maniman (kain sorong, 1950), dan batik dengan motif-motif kuno lainnya. Selain motif kuno, saat ini sudah berhasil dikembangkan motif dlo-rong kembang, merak, kupu-kupu, buket crysan, dan motif kapal kandas yang akan dipatenkan.

PRPK melakukan pembinaan kepada perajin batik kudus dengan sistem Pola Ibu Pembina. Pembinaan ditekankan pada . aktivitas hulu (produksi batik), seperti pembinaan untuk pemilihan motif, pewarnaan, dan bahan baku. Ini dilanjutkan dengan pembinaan di hilir yang meliputi kegiatan promosi dan pemasaran, di antaranya melalui pameran dan peragaan busana yang melibatkan perancang ternama.

"Dengan pembinaan ini, diharapkan popularitas batik kudus terus meningkat, terutama juga kualitas yang terus membaik dan harga yang lebih terjangkau," tutur Ade. Sementara itu. Miranti Serad menjelaskan, batik kudus tergolong unik, baik dari sisi warna maupun corak. Sebagai produk kreatif dari daerah pesisir, batik kudus merupakan terjemahan karya multi-kultur. Selain pengaruh dari Mataraman, ciri khas batik kudus juga memperlihatkan sentuhan dari tangan-tangan ahli dari Pekalongan.

"Dalam kumpulan batik kudus dikenal batik per-anakan yang halus dengan isen-isen yang rumit Batik kudus berwarna sogan (kecokelatan) ciri khas batik Jawa Tengah, namun dihiasi corak dan pola dengan warna-warna cerah, seperti merah, kuning, dan lainnya. Selain budaya China, budaya Islam dari jazirah Arab juga memengaruhi pola atau corak batik kudus, misalnya dengan adanya sentuhan kaligrafi" katanya.

Pada kesempatan yang sama, perajin batik kudus Yuli Astuti mengatakan, di era 1970-an, batik kudus mengalami kejayaan dan banyak dikenal oleh masyarakat luas. Namun, seiring perkembangan zaman, banyak perajin yang beralih profesi untuk bekerja di bidang atau di tempat lain, seperti pabrik industri manufaktur. Akibatnya, batik kudus sempat punah, khususnya sejak akhir 1980-an hingga awal tahun 2000-an. Tidak banyak pengusaha, perajin,,pakar, bahkan pemerintah daerah yang mengupayakan pelestarian batik kudus.

"Saya bersama beberapa perajin pada tahun 2005 mulai membangkitkan kembali batik kudus dengan memproduksi sesuai kemampuan yang ada. Namun, sejak bekerja sama dengan Perkumpulan Rumah Pesona Kain, kita sudah membina 20 perajin yang secara konsisten membuat batik kudus, termasuk pengembangannya. Hasilnya lumayan, kini dari tangan 20 perajin, bisa dihasilkan 50 potong kain batik per bulan,"

Ucapnya (Aiulrin Wov.iyj

Sumber : www.bataviase.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar